Setiap anak punya gaya belajarnya sendiri, seperti cerita si Boy.
Cerita Anak Sekolah
Sebut saja Namanya
Boy, dia anak laki laki yang bersih dan tampan. Saya akan menceritakan tentang
si Boy dalam cerita ini, namun sebelumnya pada hari pertama pengalaman saya
mengajar di sekolah tersebut kami (saya dan teman-teman) disambut dengan
tatapan kosong dan sikap pasif dari penghuni ruang kelas yang bertuliskan 2A.
Lembaga yang mengirim saya ke sana sebelumnya telah menceritakan pada kami background
dari anak-anak yang menimba ilmu di sekolah tersebut, jadi kami tidak
begitu terkejut dengan sapaan mereka untuk pertama kali. Tetapi ada dua anak
yang menarik perhatian saya, yang pertama sebut saja namanya Doni, dia duduk di
meja paling belakang dan pojok, dia terkesan sering mencari perhatian kami
dengan berbagai keaktifannya tetapi ada anak satu lagi yang lebih menarik
perhatian saya dia juga duduk di bangku paling belakang tetapi baris tengah,
namanya si Boy.
Boy membawa mainan
kecil ke dalam kelas dan dimainkan sendiri di atas mejanya. Dia sama sekali
tidak terusik dengan keberadaanku dan teman-teman, dia asyik dengan dunianya
sendiri. Karena hari pertama adalah tugasku untuk mengajar, jadi aku sangat
memperhatikannya yang sama sekali tidak menghiraukanku, “okay, I notice
that”. Tidak hanya sampai disitu, aku melihatnya selalu diganggu oleh
teman-teman sebayanya dan anehnya dia hanya diam saja sambil menatap horor
kearah temanya. Saat kelas telah berakhir, si Boy tidak beranjak dari kursinya
dan hanya mengeluarkan tatapan yang tidak bersahabat. Kami sempat takut dengan
hal itu, meskipun aku mengajaknya berbicara berkali-kali dia tetap saja diam
tanpa suara. Salah satu temanku memanggil supervisor kami dan meminta
bantuannya. Okay kelas hari pertama telah usai tetapi pesan supervisor
itu tidak bisa saya abaikan, “berikan perhatian lebih padanya, karena dia
memang sejak Tingkat sebelumnya selalu mendapatkan bully dari teman
sebayanya” begitulah kira-kira pesannya. Dan hatiku tidak tega mendengarnya, keesokan
harinya I gave more attention to him.
Sembari mengawasinya
dari dekat, aku sama sekali tidak mengganggunya bermain dengan mainan kecil itu
yang selalu dia bawa. Awalnya aku hanya menjaganya dari gangguan teman usilnya
tetapi entah kenapa hatiku tergerak untuk lebih mendekat dan mengajaknya berbicara,
I wanted to know more about him. Aku begitu senang karena dia menjawab
pertanyaanku dengan tenang dan senyum dibibirnya dan aku mencoba menjadi
temannya, kemudian memberinya pertanyaan untuk memastikan si Boy tidak
tertinggal pelajaran. It’s surprised, dia bisa menjawab
pertanyaan-pertanyaanku dengan sangat gampang tanpa melihat materi yang
tertulis di papan tulis kala itu directly, I think he is special very
special. Tidak hanya cukup di hari itu aku mencobanya lagi keesokan harinya
dan dia tetep bisa menjawabdengan mudah. Setelah itu juga, aku mencoba
mendorongnya untuk berani menjawab kuis-kuis yang diajukan temanku dan
mendukungnya untuk berani maju ke depan hingga dia dapat mengumpulkan banyak
poin dan menjadi the best student di kelas. i was very proud of him, bangga
luar biasa. Aku jadi menyimpulkan bahwa metode yang dia gunakan untuk belajar
adalah listening, dia cukup dengan mendengar untuk tau materi ajarnya.
Komentar
Posting Komentar